Daftar Berita

CakrawalaPost Versi cetak

08 December 2015

HARUSKAH RIFKY TURUN KE JALAN?

Polisi Cepek: Rifky saat mengatur jalan dibundaran jalan Bromo.
Malang adalah kota besar, namun tak pernah terhindar dari kemacetan. Pengguna sepeda motor dan mobil siang dan malam simpang siur di jalanan. Banyak titik-titik tertentu di kota Malang yang masih belum bisa diatur bagi pengguna kendaraan roda 2 maupun roda 4. Perempatan, perlimaan, terlebih di bundaran jalan sering menjadi pendukung kemacetan. Hanya orang tertentu yang akan mengatur ataupun
membantu dengan turun langsung ke jalanan. Namun hal yang tak biasa dilakukan oleh Rifky, anak umur 12 tahun yang masih duduk di sekolah SD dengan tempat tinggalnya yang lumayan cukup jauh di Sukun menjadi pengatur jalan di bundaran antara jalan semeru dan jalan Bromo. Suasana sore hari yang berganti menjadi gelap dengan sorotan lampu-lampu sepeda motor dan mobil di jalanan menjadi tugas bagi anak kecil dengan rompi hitam, berbaju kotak-kotak biru putih, celana jeans lusuh, dan sandal berwarna kuning kehijauan berdebu tersebut. Jika pada umumnya seorang anak yang sekolah harus mengaji, dan belajar di malam hari, berbeda dengan Rifky yang harus berkemelut dengan desingan suara mesin sepeda motor, mobil, dan suara klakson dari jam 17.30-20.00 WIB.
 “Aslinya gak boleh,” ujarnya. Itu ucapan Rifky ketika ditanya “Apa orang tua memperbolehkan untuk mengatur jalanan?”. Semua yang dilakukan Rifky atas kemauannya sendiri dengan niat membantu mengatur jalanan agar tidak macet. Pernahkah bagi pengendara roda 2 dan 4 terlintas di benak mereka ketika anak mereka di jalanan melakukan pekerjaan seperti Rifky?, fungsi orang tua haruslah mengawasi anak-anaknya, hal yang terjadi pada Rifky ini mulia tapi tanpa sepengetahuan orang tua juga perlu untuk diwaspadai karena khawatir suatu saat akan terjadi sesuatu pada anaknya. Kurangnya pengawasan dari orang tua harus ditekankan kembali jika melihat generasi seperti Rifky dengan niatan untuk mengatur, dan membantu di jalanan yang tidak pantas dilakukan anak seusianya. Sampai saat ini tidak ada seorang pun yang menghimbau  Rifky harusnya tidak melakukan pekerjaan seperti demikian, yang lebih layak untuk dilakukan Rifky ialah mendalami pendidikan untuk cita-citanya bukan turut turun di jalanan. “Ada yang memberi 2000 rupiah untuk sangu,” tegasnya. Bukan nilai mata uang yang harusnya dicari oleh Rifky ataupun anak-anak yang bernasib sama dengannya. Bukan rasa belas kasihan dengan memberinya uang. Bukan juga dipandang sebelah mata atau mengacuhkannya. Namun anak seusianya harusnya di beri didikan yang layak dilakukan seusianya dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya sebagai generasi penerus bangsa dan negara selanjutnya. (yon)
t;line-height:107%;font-family: "Times New Roman","serif";mso-ansi-language:EN-US'>            Tidak kalah meriahnya, ketika Sutardji selesai membaca puisi karya-karyanya kini D. Zawawi Imron untuk mengapresiasi nilai-nilai profetik secara formal. Meskipun berbeda dari pujangga sebelumnya, pembacaan puisi beliau diuraikan secara detail dan membuka seluruh wawasan peserta seminar dalam bersastra. Adapun puisi-puisi yang di bacakannya seperti Ibu, Sungai Kecil, dan Dzikir Puisi. “Saya menjadi penyair untuk merasa tersesat di jalan yang benar,” ujar beliau. Banyak ilmu yang beliau berikan bersama presiden puisi Sutardji. Apresiasi dari pemikiran kedua pujangga. (yon/bun)

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...