Polisi Cepek: Rifky saat mengatur jalan dibundaran jalan Bromo. |
Malang
adalah kota besar, namun tak pernah terhindar dari kemacetan. Pengguna sepeda
motor dan mobil siang dan malam simpang siur di jalanan. Banyak titik-titik
tertentu di kota Malang yang masih belum bisa diatur bagi
pengguna kendaraan roda 2 maupun roda 4. Perempatan, perlimaan, terlebih di
bundaran jalan sering menjadi pendukung kemacetan. Hanya orang tertentu yang
akan mengatur ataupun
membantu dengan turun langsung ke jalanan. Namun hal yang tak biasa dilakukan oleh Rifky, anak umur 12 tahun yang masih duduk di sekolah SD dengan tempat tinggalnya yang lumayan cukup jauh di Sukun menjadi pengatur jalan di bundaran antara jalan semeru dan jalan Bromo. Suasana sore hari yang berganti menjadi gelap dengan sorotan lampu-lampu sepeda motor dan mobil di jalanan menjadi tugas bagi anak kecil dengan rompi hitam, berbaju kotak-kotak biru putih, celana jeans lusuh, dan sandal berwarna kuning kehijauan berdebu tersebut. Jika pada umumnya seorang anak yang sekolah harus mengaji, dan belajar di malam hari, berbeda dengan Rifky yang harus berkemelut dengan desingan suara mesin sepeda motor, mobil, dan suara klakson dari jam 17.30-20.00 WIB.
membantu dengan turun langsung ke jalanan. Namun hal yang tak biasa dilakukan oleh Rifky, anak umur 12 tahun yang masih duduk di sekolah SD dengan tempat tinggalnya yang lumayan cukup jauh di Sukun menjadi pengatur jalan di bundaran antara jalan semeru dan jalan Bromo. Suasana sore hari yang berganti menjadi gelap dengan sorotan lampu-lampu sepeda motor dan mobil di jalanan menjadi tugas bagi anak kecil dengan rompi hitam, berbaju kotak-kotak biru putih, celana jeans lusuh, dan sandal berwarna kuning kehijauan berdebu tersebut. Jika pada umumnya seorang anak yang sekolah harus mengaji, dan belajar di malam hari, berbeda dengan Rifky yang harus berkemelut dengan desingan suara mesin sepeda motor, mobil, dan suara klakson dari jam 17.30-20.00 WIB.
“Aslinya gak boleh,” ujarnya. Itu ucapan
Rifky ketika ditanya “Apa orang tua memperbolehkan
untuk mengatur jalanan?”. Semua yang dilakukan Rifky atas kemauannya sendiri
dengan niat membantu mengatur jalanan agar tidak macet. Pernahkah bagi
pengendara roda 2 dan 4 terlintas di benak mereka ketika anak mereka di jalanan
melakukan pekerjaan seperti Rifky?,
fungsi orang tua haruslah mengawasi anak-anaknya, hal
yang terjadi pada Rifky ini mulia tapi tanpa sepengetahuan orang tua juga perlu
untuk diwaspadai karena khawatir suatu saat akan terjadi sesuatu pada anaknya. Kurangnya
pengawasan dari orang tua harus
ditekankan kembali jika melihat generasi seperti Rifky dengan niatan untuk
mengatur, dan membantu di jalanan yang tidak pantas dilakukan anak seusianya. Sampai saat ini tidak ada seorang pun yang menghimbau
Rifky harusnya tidak melakukan pekerjaan seperti demikian, yang
lebih layak untuk dilakukan Rifky ialah mendalami
pendidikan untuk
cita-citanya bukan turut turun di jalanan. “Ada yang memberi 2000 rupiah untuk sangu,” tegasnya. Bukan nilai
mata uang yang harusnya dicari oleh Rifky ataupun anak-anak yang bernasib sama
dengannya. Bukan rasa belas kasihan dengan memberinya uang. Bukan juga dipandang
sebelah mata atau mengacuhkannya. Namun anak seusianya harusnya di beri didikan
yang layak dilakukan seusianya
dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya sebagai generasi penerus bangsa dan negara
selanjutnya. (yon)
t;line-height:107%;font-family:
"Times New Roman","serif";mso-ansi-language:EN-US'> Tidak kalah meriahnya, ketika Sutardji selesai membaca
puisi karya-karyanya kini D. Zawawi Imron untuk mengapresiasi nilai-nilai
profetik secara formal. Meskipun berbeda dari pujangga sebelumnya, pembacaan
puisi beliau diuraikan secara detail dan membuka seluruh wawasan peserta
seminar dalam bersastra. Adapun puisi-puisi yang di bacakannya seperti Ibu, Sungai Kecil, dan Dzikir Puisi. “Saya menjadi penyair
untuk merasa tersesat di jalan yang benar,” ujar beliau. Banyak ilmu yang
beliau berikan bersama presiden puisi Sutardji. Apresiasi dari pemikiran kedua
pujangga. (yon/bun)
No comments:
Post a Comment