Makanan
tradisional asli Malang sudah tidak lagi banyak diketahui masyarakat.
Makanan-makanan tersebut sangat mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional di
Malang. Makanan yang ramah dengan lidah masyarakat dan nonpengawet ini sudah
terkikis oleh perkembangan zaman sehingga banyak masyarakat yang melupakannya
bahkan tidak mengetahui makanan-makanan tersebut. Edisi kali ini Tim Cakrawala
akan menyajikan berita tentang makanan tradisional asli malang.
Suasana
ramai khas pasar tradisional menyambut kedatangan kami di Pasar Dinoyo. Kami
menelusuri jalanan pasar yang ditemani dengan bau khasnya. Tak lama kemudian
kami menjumpai beberapa penjual yang menjajakan makanan tradisional. Di antara
makanan tradisional yang kami temui adalah Ongol-ongol dan Bledus.
Mengawali
dari gerbang utama kampus III UMM, kami langsung menuju Pasar Dinoyo. Dari
sekian banyak penjual jajanan pasar kami melirik salah satu penjual yang berada
di tengah Pasar Dinoyo. Kami langsung memesan satu porsi Bledus. Bledus adalah
makanan yang berupa jagung yang telah direbus dan ditaburi Kelapa parut
diatasnya. Pembuatannya sebenarnya sangat mudah, namun memerlukan banyak waktu.
Suniah menjelaskan, tahap awal
pembuatan Bledus yaitu jagung yang dikeringkan kemudian dikukus dalam panci
selama kurang lebih 12 jam. Merebus jagungnya ini dari jam 18.00 sampai jam
05.00 Wib.
Menurutnya,
ia harus mulai merebus jagung kering tersebut tepat waktu, karena setelah
selesai direbus ia langsung menjajakan Bledus hasil buatannya itu ke pasar
tradisional. Tidak ada variasi bentuk makanan ataupun bentuk penyajian dari
Bledus ini karena memang penyajiannya hanya menggunakan daun Pisang serta Jagung
yang telah direbus dan ditaburi parutan
Kelapa dan juga ditambahi sedikit garam.
Masyarakat
Malang banyak yang menyebut nama makanan tersebut Bledus, karena menurut mereka
ketika Jagung itu dimakan akan pecah dalam mulut dan nama suara pecah itu yang dipakai
yaitu ‘Bledus’, sehingga masyarakat Malang menyebut makanan tersebut Bledus.
Bledus itu sendiri lebih baik disajikan dengan garam. Bagi yang tidak suka
dengan rasa asin tidak masalah jika tidak menggunakan garam, karena ada parutan
kelapa yang dapat menghilakan rasa hambar yang terdapat pada jagungnya.
Makanan
yang jarang ditemui ini mempunyai keunikan dari segi namanya. Banyak orang yang
belum mengetahui nama Bledus ini. Ketika kami menanyakan nama tersebut kepada
salah satu mahasiswa mereka menjawab tidak tahu bahkan belum pernah mendengar
nama tersebut. Wahyu Priambodo misalnya, dia menyatakan tidak tahu bahkan belum
pernah mendengar nama makanan itu. “Belum pernah saya mendengar nama makanan
seperti itu,” ujar mahasiswa Program Studi (Prodi) Peternakan tersebut.
Menurut
Mariyam, makanan tradisional ini sangat bagus jika ibu rumah tangga sering
membelikan untuk anaknya, karena dapat melestarikan makanan tradisional yang
sudah semakin terkikis zaman. “Bisa juga menjadi suatu yang bersifat edukatif
bagi anak, selain itu juga dari segi rasa juga lumayan enak dan gurih,”ujar
Mariyam, salah satu ibu rumah tangga yang membeli makanan Bledus itu.
Si
Kenyal yang Manis
Beda Bledus beda lagi Ongol-ongol.
Sama halnya dengan Bledus, Ongol-ongol makanan tradisional khas Malang yang
juga tidak banyak orang mengetahui. Makanan tradisional yang satu ini berbahan
dasar Tepung Aren. Untuk bahan dasarnya sangat mudah diperoleh di pasaran,
yaitu meliputi Tepung Aren, Gula dan Garam secukupnya. Sedangkan proses
pembuatannya pun tidak kalah gampangnya dari proses pembuatan Bledus, cara
pembuatannya hampir sama ketika kita membuat Agar-Agar.
Kita perlu menyediakan air
secukupnya, kemudian Tepung Aren dimasukkan dan diaduk. Jika Agar-Agar diaduk
terus menurus bertujuan agar santannya tidak pecah. Namun, jika Ongol-Ongol
harus diaduk terus agar Tepung Arennya tidak mengendap dan akhirnya membeku di dasar
panci. Kemudian, ketika menganduk masukkan sedikit demi sedikit gula dan garam
secukupnya.
Selanjutnya,
kita hanya perlu mengaduknya saja sampai mendidih. Kemudian diamkan sejenak
sampai tidak terlalu berasap namun tidak sampai dingin dan jika sudah dirasa
tidak berasap pindahkan Ongol-Ongol setengah jadi itu ke wadah dan kemudian
diamkan sampai Ongol-Ongol benar-benar menjadi padat.
Gula
yang dimasukkan ketika proses pembuatan tadi menjadikan Ongol-Ongol berasa
legit. Namun, rasa legit itu bisa disamarkan dengan taburan Kelapa parut. Rasa
kenyal serta manis seketika menyentuh dinding-dinding lidah anda penikmat makanan tradisional. Tak ketinggalan rasa
gula merah cair yang diberikan di atas parutan Kelapa.
Ongol-Ongol
sendiri memiliki banyak macam variasi. Sebagian penjual ada yang menjadikannya
berwarna hitam, ada juga yang berwarna hijau dan ada juga yang berwarna coklat
tergantung ketika memasak ingin ditambah warna apa dalam olahan yang diaduk
tersebut. Juga ada yang memotong-motong Ongol-Ongol tersebut menjadi
kecil-kecil ada juga yang memotong kotak-kotak seperti biasa.
Menurut
Sri Wijiyati, Ongol-Ongol ini banyak sekali peminatnya. Ia bisa menghabiskan
satu baskom besar Ongol-Ongol dalam setengah hari. “Biasanya mereka banyak yang
membeli campur, yaitu Ongol-Ongol dicampur dengan Cenil, Klepon dan lainnya,” ujar
wanita berkacamata tersebut.
Bermacam-macam cara penyajian yang ditawarkan
pedagang. Ada yang disajikan dengan daun Pisang kemudian di atas Ongol-Ongol
ditaburi Kelapa parut dan untuk selanjutnya diberi gula merah
cair. Ada juga yang hanya disajikan Ongol-ongolnya saja tanpa memberi parutan
Kelapa ataupun gula merah cair. Ada juga yang menyajikan dengan Ongol-Ongol
dipotong-potong dan kemudian ditaburi Kelapa parut tanpa ada gula merah cair.
Senada
dengan Bledus, ternyata Ongol-ongol juga banyak dari kalangan mahasiswa yang
tidak mengetahui makanan tradisional tersebut. Firman Musthofa Hadi, menyatakan
bahwa ia tidak pernah sama sekali mendengar nama Ongol-Ongol itu. “Baru kali
ini saya mendengar nama makanan Ongol-ongol,” ujar mahasiswa Jurusan Tarbiyah
itu. Senada dengan Firman, Wafiul Hammam, juga belum pernah mendengar nama
makanan yang aneh itu. “Mungkin harus ada sosialisasi ya,” tutur
mahasiswa angkatan 2012 itu dengan nada bercanda. (sop)
No comments:
Post a Comment