Daftar Berita

CakrawalaPost Versi cetak

08 December 2015

MENGENAL BLEDUS DAN ONGOL-ONGOL SEBAGAI MAKANAN TRADISIONAL KHAS MALANG

Makanan tradisional asli Malang sudah tidak lagi banyak diketahui masyarakat. Makanan-makanan tersebut sangat mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional di Malang. Makanan yang ramah dengan lidah masyarakat dan nonpengawet ini sudah terkikis oleh perkembangan zaman sehingga banyak masyarakat yang melupakannya bahkan tidak mengetahui makanan-makanan tersebut. Edisi kali ini Tim Cakrawala akan menyajikan berita tentang makanan tradisional asli malang.
Suasana ramai khas pasar tradisional menyambut kedatangan kami di Pasar Dinoyo. Kami menelusuri jalanan pasar yang ditemani dengan bau khasnya. Tak lama kemudian kami menjumpai beberapa penjual yang menjajakan makanan tradisional. Di antara makanan tradisional yang kami temui adalah Ongol-ongol dan Bledus.
Mengawali dari gerbang utama kampus III UMM, kami langsung menuju Pasar Dinoyo. Dari sekian banyak penjual jajanan pasar kami melirik salah satu penjual yang berada di tengah Pasar Dinoyo. Kami langsung memesan satu porsi Bledus. Bledus adalah makanan yang berupa jagung yang telah direbus dan ditaburi Kelapa parut diatasnya. Pembuatannya sebenarnya sangat mudah, namun memerlukan banyak waktu.
            Suniah menjelaskan, tahap awal pembuatan Bledus yaitu jagung yang dikeringkan kemudian dikukus dalam panci selama kurang lebih 12 jam. Merebus jagungnya ini dari jam 18.00 sampai jam 05.00 Wib.
Menurutnya, ia harus mulai merebus jagung kering tersebut tepat waktu, karena setelah selesai direbus ia langsung menjajakan Bledus hasil buatannya itu ke pasar tradisional. Tidak ada variasi bentuk makanan ataupun bentuk penyajian dari Bledus ini karena memang penyajiannya hanya menggunakan daun Pisang serta Jagung yang telah direbus  dan ditaburi parutan Kelapa dan juga ditambahi sedikit garam.
Masyarakat Malang banyak yang menyebut nama makanan tersebut Bledus, karena menurut mereka ketika Jagung itu dimakan akan pecah dalam mulut dan nama suara pecah itu yang dipakai yaitu ‘Bledus’, sehingga masyarakat Malang menyebut makanan tersebut Bledus. Bledus itu sendiri lebih baik disajikan dengan garam. Bagi yang tidak suka dengan rasa asin tidak masalah jika tidak menggunakan garam, karena ada parutan kelapa yang dapat menghilakan rasa hambar yang terdapat pada jagungnya.
Makanan yang jarang ditemui ini mempunyai keunikan dari segi namanya. Banyak orang yang belum mengetahui nama Bledus ini. Ketika kami menanyakan nama tersebut kepada salah satu mahasiswa mereka menjawab tidak tahu bahkan belum pernah mendengar nama tersebut. Wahyu Priambodo misalnya, dia menyatakan tidak tahu bahkan belum pernah mendengar nama makanan itu. “Belum pernah saya mendengar nama makanan seperti itu,” ujar mahasiswa Program Studi (Prodi) Peternakan tersebut.
Menurut Mariyam, makanan tradisional ini sangat bagus jika ibu rumah tangga sering membelikan untuk anaknya, karena dapat melestarikan makanan tradisional yang sudah semakin terkikis zaman. “Bisa juga menjadi suatu yang bersifat edukatif bagi anak, selain itu juga dari segi rasa juga lumayan enak dan gurih,”ujar Mariyam, salah satu ibu rumah tangga yang membeli makanan Bledus itu.

Si Kenyal yang Manis
            Beda Bledus beda lagi Ongol-ongol. Sama halnya dengan Bledus, Ongol-ongol makanan tradisional khas Malang yang juga tidak banyak orang mengetahui. Makanan tradisional yang satu ini berbahan dasar Tepung Aren. Untuk bahan dasarnya sangat mudah diperoleh di pasaran, yaitu meliputi Tepung Aren, Gula dan Garam secukupnya. Sedangkan proses pembuatannya pun tidak kalah gampangnya dari proses pembuatan Bledus, cara pembuatannya hampir sama ketika kita membuat Agar-Agar.
            Kita perlu menyediakan air secukupnya, kemudian Tepung Aren dimasukkan dan diaduk. Jika Agar-Agar diaduk terus menurus bertujuan agar santannya tidak pecah. Namun, jika Ongol-Ongol harus diaduk terus agar Tepung Arennya tidak mengendap dan akhirnya membeku di dasar panci. Kemudian, ketika menganduk masukkan sedikit demi sedikit gula dan garam secukupnya.
Selanjutnya, kita hanya perlu mengaduknya saja sampai mendidih. Kemudian diamkan sejenak sampai tidak terlalu berasap namun tidak sampai dingin dan jika sudah dirasa tidak berasap pindahkan Ongol-Ongol setengah jadi itu ke wadah dan kemudian diamkan sampai Ongol-Ongol benar-benar menjadi padat.
Gula yang dimasukkan ketika proses pembuatan tadi menjadikan Ongol-Ongol berasa legit. Namun, rasa legit itu bisa disamarkan dengan taburan Kelapa parut. Rasa kenyal serta manis seketika menyentuh dinding-dinding lidah anda penikmat  makanan tradisional. Tak ketinggalan rasa gula merah cair yang diberikan di atas parutan Kelapa.
Ongol-Ongol sendiri memiliki banyak macam variasi. Sebagian penjual ada yang menjadikannya berwarna hitam, ada juga yang berwarna hijau dan ada juga yang berwarna coklat tergantung ketika memasak ingin ditambah warna apa dalam olahan yang diaduk tersebut. Juga ada yang memotong-motong Ongol-Ongol tersebut menjadi kecil-kecil ada juga yang memotong kotak-kotak seperti biasa.
Menurut Sri Wijiyati, Ongol-Ongol ini banyak sekali peminatnya. Ia bisa menghabiskan satu baskom besar Ongol-Ongol dalam setengah hari. “Biasanya mereka banyak yang membeli campur, yaitu Ongol-Ongol dicampur dengan Cenil, Klepon dan lainnya,” ujar wanita berkacamata tersebut.
 Bermacam-macam cara penyajian yang ditawarkan pedagang. Ada yang disajikan dengan daun Pisang kemudian di atas Ongol-Ongol ditaburi Kelapa parut dan untuk selanjutnya diberi gula merah cair. Ada juga yang hanya disajikan Ongol-ongolnya saja tanpa memberi parutan Kelapa ataupun gula merah cair. Ada juga yang menyajikan dengan Ongol-Ongol dipotong-potong dan kemudian ditaburi Kelapa parut tanpa ada gula merah cair.
Senada dengan Bledus, ternyata Ongol-ongol juga banyak dari kalangan mahasiswa yang tidak mengetahui makanan tradisional tersebut. Firman Musthofa Hadi, menyatakan bahwa ia tidak pernah sama sekali mendengar nama Ongol-Ongol itu. “Baru kali ini saya mendengar nama makanan Ongol-ongol,” ujar mahasiswa Jurusan Tarbiyah itu. Senada dengan Firman, Wafiul Hammam, juga belum pernah mendengar nama makanan yang aneh itu. “Mungkin harus ada sosialisasi ya,” tutur mahasiswa angkatan 2012 itu dengan nada bercanda. (sop)


No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...