SemInter: Dua Pujangga KH. D. Zawawi Imron dan Sutardji Coulzoum |
UMM - Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan kembali menyelenggarakan acara seminar
Internasional pada tanggal 17-18 November 2015 di Basement Dome. Setelah mengadakan seminar Internasional sebelumnya,
seminar kali ini mengangkat tema “Pengembangan
Nilai-nilai Profetik dalam Kehidupan Berbangsa melalui Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya”.
Adapun
pemateri yang mendukung berasal dari negara Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, dan Indonesia yang memiliki kompetensi di bidangnya masing. Acara ini dihadiri sekitar 320 peserta dari mahasiswa, dosen dan jajarannya, serta pemakalah sebanyak 103 orang. “Tujuan diadakannya acara ini agar peserta yang mengikuti dapat menambah wawasan dan memberikan masukan tentang pengetahuan yang dimiliki,” tegas Drs. Ekarini Saraswati selaku ketua pelaksana seminar Internasional. Selain itu Sekretaris Pelaksana juga menambahkan “Suasana kondisi saat ini mulai kering, sentuhan hakikat manusia tidak tergambar, budaya hedonis, pragmatis tentang ajaran Islam sekarang tanpa melihat proses. Latar belakang tema dari seminar internasional ini untuk menyadarkan kembali unsure ketuhanan di setiap kepribadian manusia yang ditunjuk sebagai khalifah di bumi,” jelas Arif Setiawan, M. Pd
pemateri yang mendukung berasal dari negara Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, dan Indonesia yang memiliki kompetensi di bidangnya masing. Acara ini dihadiri sekitar 320 peserta dari mahasiswa, dosen dan jajarannya, serta pemakalah sebanyak 103 orang. “Tujuan diadakannya acara ini agar peserta yang mengikuti dapat menambah wawasan dan memberikan masukan tentang pengetahuan yang dimiliki,” tegas Drs. Ekarini Saraswati selaku ketua pelaksana seminar Internasional. Selain itu Sekretaris Pelaksana juga menambahkan “Suasana kondisi saat ini mulai kering, sentuhan hakikat manusia tidak tergambar, budaya hedonis, pragmatis tentang ajaran Islam sekarang tanpa melihat proses. Latar belakang tema dari seminar internasional ini untuk menyadarkan kembali unsure ketuhanan di setiap kepribadian manusia yang ditunjuk sebagai khalifah di bumi,” jelas Arif Setiawan, M. Pd
“Sekarang ini, banyak
orang yang berbahasa Indonesia, tapi kehilangan kulturnya. Kita sering mengedepankan
kultur-kultur dari negara Barat, namun bahasanya tetap bahasa Indonesia. Hal
ini sekaligus mengikis dari nilai-nilai budaya sendiri. Seharusnya manusia itu
memanusiakan manusia, bukan menjadi orang lain untuk menjadi manusia” ujar Dr.
Fauzan selaku perwakilan dari rektorat sekaligus membuka acara seminar.
Alasan-alasan itulah yang membuat tema tersebut di angkat untuk seminar kali
ini. Pada hari pertama seminar internasional, setelah dibuka secara resmi oleh
wakil rektorat, acara ini dilanjutkan dengan musikalisasi puisi dari beberapa
karya WS. Rendra oleh mahasiswa dari jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
semester 5 dan 7.
Setelah penampilan musikalisasi puisi, acara dilanjutkan dan
dikondisikan oleh moderator Dr. Arif Budi Wurianto, M.Si serta dua pemateri
rapat pleno yakni Prof. Dr. Abdul Hadi W.M (Indonesia) dengan materi seminar
berjudul Sastra Profetik Nilai-Nilai dan
Relevansinya. Beliau adalah perwakilan dari Indonesia dalam seminar ini.
“Sastra di Asia, selalu dipandang sebelah mata. Secara khas Sastra profetik
berkaitan erat dengan hal-hal spiritual, ketuhanan, maupun kerohanian yang ada
dalam kehidupan sehari-hari dari suatu ekspresi intelektual para Sastrawan,”
jelasnya. Itulah sebagian pokok permasalahan dalam pemaparan dari judul hasil
pemikirannya.
Selain beliau,
salah satu pemateri yang terkenal dengan kecintaannya dengan karya-karya sastra
yakni Dr. Sugiarti, M,Si (Indonesia) dengan judul yang di seminarka yaitu Etika Profetik dalam Kumpulan Cerpen “Ketika
Mas Gagah Pergi dan Kembali” Karya Helvi Tiana Rosa. Adapun permasalan yang
beliau angkat pada fokus nilai-nilai profetik, etika profetik, dan sastra
profetik sebagai dakwah melalui cerpen tersebut. Dari kedua pemateri dengan
tema profetik bidang sastra, terbukti tema tersebut sangat menarik untuk dikaji
karena banyak peserta yang antusias mengkritisi sastra profetik dengan
pertanyaan dari 6 peserta seperti Riyadi (Universitas Muhammadiyah Palembang),
Bakri Sutopo (Pacitan), Fikri (Universitas Negeri Malang), mahasiswa pasca UMM,
Hindun (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), dan Endra (Politeknik Padjajaran
Bandung) pada sidang pleno pertama.
Selain menarik
untuk dikritisi, sastra profetik jarang diketahui oleh masyarakat luas, baik
masyarakat multikultural, sekolah, bahkan di perguruan tinggi. Untuk itu, dari
kedua materi yang memaparkan pikiran-pikiran dalam sidang pleno pertama ini
berakhir dengan kesimpulan mengenai sastra profetik. Adapun kesimpulan tersebut
yakni perlu penyadaran peran profetik Sastra, guru di sekolah menanamkan
nilai-nilai profetik, perlu adanya penerimaan profetik pada masyarakat
multikultural baik secara modern maupun religius, dan perguruan tinggi perlu
meningkatkan nilai-nilai kebudayaan serta pelatihan profetik lewat seminar dan
sebagainya.
Setelah sidang
pleno berakhir, acara selanjutnya yakni istirahat, untuk makan dan sholat.
Semua peserta maupun pemateri diberi waktu sampai pukul 13.30 untuk jam
istirahat. Setelah itu, acara dilanjutkan sesuai dengan sidang pleno kedua
dengan pemateri Prof. Dr. Mawar Safei (Malaysia) dan Dr. Hari Windu Asrini,
M.Si (Indonesia) dengan moderator Drs. Sudjalil M.Si., M.Pd. Adapun judul yang
dipaparkan oleh Prof. Mawar dari UKM (Universiti Kebangsaan Malaysia) yakni Nilai-Nilai Profetik dalam Karya Sastera
Malaysia: Tinjauan Terhadap Takmilah. Permasalahan dari judul tersebut
adalah sastra Islam dengan sudut pandang ‘Takmilah’. Sedangkan Dr. Asrini,
memaparkan judul yakni ‘Meme Religi dan
Peluang Perujukannya sebagai Bahasa Dakwah. Fokus permasalahannya mengenai meme
sebagai dakwah.
Sidang pleno
kedua tidak kalah seru, namun karena terbatas waktu sesi tersebut hanya terdiri
dari 3 penanya yakni Riyadi (Universitas Palembang), Endra (Politeknik
Pajajaran Bandung), dan Rigi (Universitas Negeri Malang). Setelah sidang pleno
kedua berakhir, acara dilanjutkan dengan coffe
break dan solat ashar dengan durasi waktu 30 menit. Kemudian acara diakhiri
dengan sesi paralel untuk pemaparan judul dari tiap-tiap pemateri dengan tempat
yang berbeda, serta peserta di bagi menjadi beberapa bagian sesuai tempat yang
ditentukan oleh panitia seminar Internasional. Adapun tempat yang telah
disiapkan oleh panitia yakni Theater Dome, ruang sidang rektor, ruang sidang PR
1, dan ruang sidang ekonomi. Tepat pukul 17.00 WIB acara seminar Internasional
hari pertama terselesaikan.
Jika hari pertama acara tepat dimulai pukul 08.30 WIB,
hari kedua molor 30 menit. Para
peserta seminar memenuhi kursi-kursi
di Basement Dome UMM. Hal ini terjadi
akibat datangnya dua sastrawan Indonesia yakni KH. D. Zawawi Imron (sastrawan
nusantara), dan Sutardji Calzoum Bachri (presiden puisi) dalam satu panggung.
Dua pujangga inilah yang ditunggu-tunggu oleh peserta seminar pada pagi yang
cerah kala itu.
Sebelum
acara inti mengenai pemikiran-pemikiran profetik oleh dua pujangga, acara diawali dengan sajian seni mahasiswa UMM
semester 5 dan 7. Adapun sajian seni yang ditampilkan yakni musikalisasi puisi
karya W.S. Rendra. Setelah sajian seni selesai, dilanjutkan dengan dialog
apresiasi nilai-nilai profetik dengan pembacaan puisi oleh presiden puisi
Sutardji. Sebanyak 10 puisi yang beliau bacakan secara totalitas, beberapa
puisi yang dibacakannya yakni Tapi,
Perjalanan Kubur, Tanah Air Mata Kami dan tujuh puisi karangannya sejak
tahun 60-an. “Sutardji adalah pembaca puisi yang sangat totalitas,” tegas D. Zawawi
Imron. Fakta ujaran oleh D. Zawawi Imron dapat terlihat jelas, ketika Sutardji
membacakan puisi dengan iringan lagu Blues
dan peserta seminar kagum dan bertepuk tangan dengan meriahnya.
Tidak kalah meriahnya, ketika Sutardji selesai membaca
puisi karya-karyanya kini D. Zawawi Imron untuk mengapresiasi nilai-nilai
profetik secara formal. Meskipun berbeda dari pujangga sebelumnya, pembacaan
puisi beliau diuraikan secara detail dan membuka seluruh wawasan peserta
seminar dalam bersastra. Adapun puisi-puisi yang di bacakannya seperti Ibu, Sungai Kecil, dan Dzikir Puisi. “Saya menjadi penyair
untuk merasa tersesat di jalan yang benar,” ujar beliau. Banyak ilmu yang
beliau berikan bersama presiden puisi Sutardji. Apresiasi dari pemikiran kedua
pujangga. (yon/bun)
No comments:
Post a Comment